Menurut Nurhadi (1983: 163) upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi dapat dilakukan secara preventif maupun secara kuratif. Maka pengelolaan kelas, apabila ditinjau dari sifatnya, dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pengelolaan kelas yang bersifat preventif
Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi masa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau pemberian informasi yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan berkembang motivasi yang tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai oleh tindakan siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses belajar mengajar di kelas (Nurhadi,1983: 163).
Keterampilan yang berhubungan dengan kompetensi guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran ini, dapat ditunjukkan melalui sikap tanggap guru, bahwa guru hadir bersama anak didik. Guru tahu kegiatan mereka apakah memperhatikan atau tidak. Seolah-olah mata guru ada di belakang kepala, sehingga guru dapat menegur mereka walaupun sedang menulis di papan tulis.
b. Pengelolaan kelas yang bersifat kuratif
Pengelolaan kelas secara kuratif adalah pengelolaan kelas yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa sehingga mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan pengelolaan kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang tersebut dan kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik (Nurhadi, 1983: 163).
Guru harus mengetahui pusat perhatian siswa pada waktu mengikuti pelajaran dalam kelas. Apakah siswa-siswanya di kelas tekun mengikuti dan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar ataukah tidak. Dari sorot mata atau gerak-gerik mereka dapat diketahui apakah mereka sudah tertuju dan mengikuti dengan baik proses belajar mengajar ataukah malah mengganggu proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat diketahui ketika siswa ditunjuk untuk menjawab atau melakukan perintah guru, akan memberikan jawaban yang salah (dalam arti kurang komunikasi atau konsentrasi) atau terlihat terkejut. Oleh karena itu, apabila terdapat anak didik yang menimbulkan gangguan pada saat kegiatan belajar mengajar, guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku anak didik, misalnya dengan mencoba mengetahui sebab-sebab yang mengakibatkan tingkah laku anak didik yang menyimpang tadi, kemudian berusaha untuk menemukan pemecahannya.
Adapun prosedur dari jenis-jenis pengelolaan kelas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prosedur pengelolaan kelas yang bersifat preventif
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan tingkah laku dari anak didik dan mencapai tujuan pengajaran. Maka dari itu, hendaknya guru mengetahui langkah-langkah preventif (pemeliharaan kondisi belajar) dalam pengelolaan kelas. Prosedur pengelolaan kelas secara preventif akan meliputi langkah-langkah peningkatan kesadaran guru sebagai pendidik, peningkatan kesadaran siswa, penampilan sikap guru, pengenalan terhadap tingkah laku siswa, penemuan alternatif pengelolaan kelas, dan pembuatan kontrak sosial dalam proses belajar mengajar (Nurhadi, 1983: 164).
a) Peningkatan kesadaran guru sebagai seorang pendidik
Dalam kedudukannya sebagai seorang pendidik, guru harus sadar bahwa dirinya memiliki rasa “handharbeni” (rasa peduli terhadap kelas dengan segala isinya) dan bertanggung jawab terhadap proses kegiatan belajar mengajar.
Guru menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada anak didik demi kemajuan mereka dalam belajarnya.
Perwujudan dari kesadaran akan rasa “handharbeni” dan tanggung jawab itu akan nampak dalam bentuk kesatuan dari empat unsur, yaitu upaya mengubah tingkah laku, upaya mewujudkan suasana pendidikan yang mendukung, rasa cinta kasih, dan pegangan norma yang baku.
Sebagai seorang pendidik, guru berkewajiban mengubah pergaulannya dengan siswa sehingga pergaulan itu tidak hanya berupa interaksi biasa tetapi merupakan interaksi pendidikan. Agar interaksi itu bersifat sebagai interaksi pendidikan, maka seorang guru harus dapat mewujudkan suasana yang kondusif yang mengundang siswa untuk masuk berperan serta dalam proses pendidikan (Nurhadi, 1983: 164-165).
Guru bertugas menciptakan suasana yang dibutuhkan oleh para siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Apakah suasana belajar menunjang pengajaran atau tidak. Jadi sepenuhnya tergantung pada sikap guru. Guru harus tanggap terhadap kesulitan yang dihadapi para siswa, memberikan nasehat dan bimbingan, dan banyak hal lainnya yang dapat dikerjakan oleh guru.
Guru hendaknya menghindari suasana pengajaran yang kurang baik, misalnya guru balik bertanya pada siswa yang bertanya, guru menertawakan atau bersikap sinis terhadap pertanyaan siswa yang menurut anggapan guru tidak pada tempatnya, dan sebagainya (Masnur dkk, 1987: 105)
b) Peningkatan kesadaran siswa
Apabila kesadaran diri guru sebagai seorang pendidik sudah ditingkatkan, langkah kedua kemudian berusaha meningkatkan kesadaran siswa akan kedudukan dirinya dalam proses pendidikan.
Sebagai seorang siswa kadang-kadang tidak sadar akan kedudukannya dalam organisasi di sekolah. Oleh sebab itu menjadi langkah yang kedua yang harus dilakukan seorang guru adalah meningkatkan kesadaran siswa akan dirinya terutama tentang perimbangan antara hak dan kewajibannya. Dengan menyadari akan hak dan kewajiban tersebut diharapkan siswa akan mengendalikan dirinya dari tindakan dan tingkah laku yang menyimpang yang akan mencemari suasana pendidikan.
Upaya penyadaran ini adalah tanggung jawab setiap guru, karena dengan kesadaran siswa yang tinggi akan peranannya sebagai anggota masyarakat sekolah, akan menimbulkan suasana yang mendukung untuk melakukan proses belajar mengajar.
c) Penampilan sikap guru
Setelah kesadaran fungsi seorang pendidik, dan kesadaran siswa akan kedudukan dirinya di sekolah ditingkatkan maka upaya penciptaan suasana yang mendukung proses pendidikan harus dilakukan dengan inisiatif. Inisiatif guru itu diwujudkan dalam interaksinya dengan siswa-siswa yang dilambari dengan sikap tulus dan hangat.
Sikap tulus adalah sikap seorang seorang guru dalam menghadapi siswa secara terus terang tanpa pura-pura, tapi diikuti dengan rasa ikhlas dalam setiap tindakannya demi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan siswa sebagai si terdidik.
Sedangkan yang dimaksud dengan hangat adalah keadaan pergaulan guru kepada siswa dalam proses belajar mengajar yang menunjukkan suasana keakraban dan keterbukaan dalam batas peran dan kedudukannya masing-masing sebagai anggota masyarakat sekolah.
d) Pengenalan terhadap tingkah laku siswa
Langkah selanjutnya, seorang guru hendaknya mengenal tingkah laku siswa. Pengenalan akan tingkah laku ini dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas. Tingkah laku siswa yang harus dikenal adalah tingkah laku baik yang mendukung maupun yang dapat mencemarkan suasana yang diperlukan untuk terjadinya proses pendidikan. Tingkah laku tersebut dapat bersifat perseorangan ataupun kelompok.
e) Penemuan alternatif pengelolaan kelas
Setelah seorang guru dapat menyelidiki berbagai tingkah laku siswa, baik yang mendukung maupun yang mencemarkan suasana pendidikan, maka selanjutnya berusaha menetapkan alternatif pengelolaan kelas yang akan dilakukan.
Upaya pengelolaan itu diarahkan untuk mempertahankan dan menghidupkan tingkah laku siswa yang mendukung suasana pendidikan, tentunya akan berbeda dengan upaya pengelolaan kelas yang diarahkan untuk mencegah timbulnya tingkah laku yang akan mencemarkan suasana pendidikan itu.
f) Pembuatan kontrak sosial
Langkah terakhir dalam upaya pengelolaan kelas secara preventif adalah pengaturan tingkah laku dengan menggunakan norma atau nilai. Norma atau nilai itu diharapkan akan menjadi landasan tindakan yang akan berfungsi untuk mempertahankan kehadiran tingkah laku siswa yang mendukung maupun untuk mencegah tingkah laku sosial, pada hakikatnya adalah norma yang dituangkan dalam bentuk peraturan atau tata tertib kelas baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berfungsi sebagai standar tingkah laku bagi siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Kontrak sosial yang baik adalah yang benar-benar dihayati atau dipatuhi sehingga meminimalkan terjadinya pelanggaran. Untuk mencapai hal tersebut, kebiasaan membuat peraturan atau tata tertib dari atas nampaknya tidak menguntungkan. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan tentang proses terjadinya kontrak sosial. Kontrak sosial yang mempunyai nilai peringkat pada umumnya yang dibuat dan dilahirkan oleh individu-individu anggota masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain kontrak sosial yang dipergunakan dalam upaya pengelolaan kelas hendaknya disusun oleh siwa sendiri dengan pengarahan dan bimbingan pendidik (Nurhadi, 1983: 165-169).
2. Prosedur pengelolaan kelas yang bersifat kuratif
Adapun prosedur pengelolaan kelas secara kuratif akan meliputi langkah-langkah identifikasi masalah, analisa masalah, penetapan alternative pemecahan masalah, monitoring dan memanfaatkan umpan balik (Nurhadi, 1983: 168).
a) Identifikasi masalah
Pertama-tama seorang guru melakukan identifikasi masalah dengan jalan berusaha memahami dan menyelidiki penyimpangan tingkah laku siswa yang dapat mengganggu proses kelancaran pendidikan di kelas. Upaya penyelidikan terhadap tingkah laku dapat dalam arti apakah termasuk tingkah laku yang berdampak motif secara luas atau tidak, ataukah penyimpangan tingkah laku itu bersifat sesaat saja atau sering dilakukan, ataukah sekedar kebiasaan siswa.
b) Analisa masalah
Dengan hasil penyelidikan yang mendalam, seorang guru dapat melanjutkan pada langkah ini yaitu suatu kegiatan yang berusaha mengetahui latar balakang serta sebab-sebab timbulnya tingkah laku yang menyimpang tersebut. Dengan cara yang demikian akan dapat ditemukan sumber masalah yang sebenarnya, upaya untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan baik.
Jadi, dengan guru mengetahui tingkah laku anak didik yang menyimpang itu, maka guru dapat menganalisanya dan berusaha menemukan pemecahannya dengan menggunakan berbagai pendekatan pemecahan masalah. Misalnya, memberikan perhatian yang lebih, memberikan pengarahan atau nasehat dan lain sebagainya.
c) Penetapan alternatif pemecahan
Setelah mengetahui sumber masalahnya, seorang guru dapat mencoba mengkaji berbagai alternatif pemecahan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan itu, maka ia hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat dipergunakan dalam pengelolaan kelas dan juga memahami cara-cara untuk mengatasi setiap masalah sesuai dengan pendekatan masing-masing.
Dengan membandingkan berbagai alternatif pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan, seorang guru dapat memilih alternatif yang terbaik untuk mengatasi masalah itu pada suatu situasi yang dihadapinya. Dengan terpilihnya salah satu pendekatan, maka cara-cara mengatasi masalah tersebut juga akan dapat ditetapkan. Dengan demikian pelaksanaan pengelolaan kelas yang berfungsi untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan.
d) Monitoring
Setelah kegiatan mengatasi masalah pengelolaan kelas itu dilaksanakan, tidak dibiarkan saja, tetapi perlu dimonitor akibat-akibat yang terjadi karena perlakuan dalam mengatasi masalah tersebut. Hal ini diperlukan karena akibat perlakuan guru itu dapat saja mengenai sasaran, yaitu meniadakan tingkah laku siswa yang menyimpang itu, tetapi dapat pula tidak berakibat apa-apa atau bahkan mungkin menimbulkan tingkah laku menyimpang, berikutnya yang justru lebih jauh menyimpangnya. Langkah monitoring pada hakekatnya ditujukan untuk mengkaji akibat- akibat yang terjadi tersebut.
e) Memanfaatkan umpan balik
Hasil dari kegiatan monitoring itu sebenarnya merupakan umpan balik terbaik guru yang sangat berharga, karena dengan ini ia dapat mengkaji kembali apakah alternatif tindakan yang telah dilakukan itu tepat atau tidak, atau masih perlu disempurnakan. Hasil monitoring itu hendaknya dimanfaatkan secara konstruktif, yaitu dengan cara mempergunakannya untuk:
1. Memperbaiki pengambilan alternatif yang pernah ditetapkan bila kelak menghadapi masalah yang sama pada situasi yang sama
2. Dasar dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas berikutnya sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengelolaan kelas yang sudah dilakukan sebelumnya (Nurhadi, 1983: 169-171).
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
a. Pengelolaan kelas yang bersifat preventif
Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi masa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau pemberian informasi yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan berkembang motivasi yang tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai oleh tindakan siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses belajar mengajar di kelas (Nurhadi,1983: 163).
Keterampilan yang berhubungan dengan kompetensi guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran ini, dapat ditunjukkan melalui sikap tanggap guru, bahwa guru hadir bersama anak didik. Guru tahu kegiatan mereka apakah memperhatikan atau tidak. Seolah-olah mata guru ada di belakang kepala, sehingga guru dapat menegur mereka walaupun sedang menulis di papan tulis.
b. Pengelolaan kelas yang bersifat kuratif
Pengelolaan kelas secara kuratif adalah pengelolaan kelas yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa sehingga mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan pengelolaan kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang tersebut dan kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik (Nurhadi, 1983: 163).
Guru harus mengetahui pusat perhatian siswa pada waktu mengikuti pelajaran dalam kelas. Apakah siswa-siswanya di kelas tekun mengikuti dan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar ataukah tidak. Dari sorot mata atau gerak-gerik mereka dapat diketahui apakah mereka sudah tertuju dan mengikuti dengan baik proses belajar mengajar ataukah malah mengganggu proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat diketahui ketika siswa ditunjuk untuk menjawab atau melakukan perintah guru, akan memberikan jawaban yang salah (dalam arti kurang komunikasi atau konsentrasi) atau terlihat terkejut. Oleh karena itu, apabila terdapat anak didik yang menimbulkan gangguan pada saat kegiatan belajar mengajar, guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku anak didik, misalnya dengan mencoba mengetahui sebab-sebab yang mengakibatkan tingkah laku anak didik yang menyimpang tadi, kemudian berusaha untuk menemukan pemecahannya.
Adapun prosedur dari jenis-jenis pengelolaan kelas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prosedur pengelolaan kelas yang bersifat preventif
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan tingkah laku dari anak didik dan mencapai tujuan pengajaran. Maka dari itu, hendaknya guru mengetahui langkah-langkah preventif (pemeliharaan kondisi belajar) dalam pengelolaan kelas. Prosedur pengelolaan kelas secara preventif akan meliputi langkah-langkah peningkatan kesadaran guru sebagai pendidik, peningkatan kesadaran siswa, penampilan sikap guru, pengenalan terhadap tingkah laku siswa, penemuan alternatif pengelolaan kelas, dan pembuatan kontrak sosial dalam proses belajar mengajar (Nurhadi, 1983: 164).
a) Peningkatan kesadaran guru sebagai seorang pendidik
Dalam kedudukannya sebagai seorang pendidik, guru harus sadar bahwa dirinya memiliki rasa “handharbeni” (rasa peduli terhadap kelas dengan segala isinya) dan bertanggung jawab terhadap proses kegiatan belajar mengajar.
Guru menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada anak didik demi kemajuan mereka dalam belajarnya.
Perwujudan dari kesadaran akan rasa “handharbeni” dan tanggung jawab itu akan nampak dalam bentuk kesatuan dari empat unsur, yaitu upaya mengubah tingkah laku, upaya mewujudkan suasana pendidikan yang mendukung, rasa cinta kasih, dan pegangan norma yang baku.
Sebagai seorang pendidik, guru berkewajiban mengubah pergaulannya dengan siswa sehingga pergaulan itu tidak hanya berupa interaksi biasa tetapi merupakan interaksi pendidikan. Agar interaksi itu bersifat sebagai interaksi pendidikan, maka seorang guru harus dapat mewujudkan suasana yang kondusif yang mengundang siswa untuk masuk berperan serta dalam proses pendidikan (Nurhadi, 1983: 164-165).
Guru bertugas menciptakan suasana yang dibutuhkan oleh para siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Apakah suasana belajar menunjang pengajaran atau tidak. Jadi sepenuhnya tergantung pada sikap guru. Guru harus tanggap terhadap kesulitan yang dihadapi para siswa, memberikan nasehat dan bimbingan, dan banyak hal lainnya yang dapat dikerjakan oleh guru.
Guru hendaknya menghindari suasana pengajaran yang kurang baik, misalnya guru balik bertanya pada siswa yang bertanya, guru menertawakan atau bersikap sinis terhadap pertanyaan siswa yang menurut anggapan guru tidak pada tempatnya, dan sebagainya (Masnur dkk, 1987: 105)
b) Peningkatan kesadaran siswa
Apabila kesadaran diri guru sebagai seorang pendidik sudah ditingkatkan, langkah kedua kemudian berusaha meningkatkan kesadaran siswa akan kedudukan dirinya dalam proses pendidikan.
Sebagai seorang siswa kadang-kadang tidak sadar akan kedudukannya dalam organisasi di sekolah. Oleh sebab itu menjadi langkah yang kedua yang harus dilakukan seorang guru adalah meningkatkan kesadaran siswa akan dirinya terutama tentang perimbangan antara hak dan kewajibannya. Dengan menyadari akan hak dan kewajiban tersebut diharapkan siswa akan mengendalikan dirinya dari tindakan dan tingkah laku yang menyimpang yang akan mencemari suasana pendidikan.
Upaya penyadaran ini adalah tanggung jawab setiap guru, karena dengan kesadaran siswa yang tinggi akan peranannya sebagai anggota masyarakat sekolah, akan menimbulkan suasana yang mendukung untuk melakukan proses belajar mengajar.
c) Penampilan sikap guru
Setelah kesadaran fungsi seorang pendidik, dan kesadaran siswa akan kedudukan dirinya di sekolah ditingkatkan maka upaya penciptaan suasana yang mendukung proses pendidikan harus dilakukan dengan inisiatif. Inisiatif guru itu diwujudkan dalam interaksinya dengan siswa-siswa yang dilambari dengan sikap tulus dan hangat.
Sikap tulus adalah sikap seorang seorang guru dalam menghadapi siswa secara terus terang tanpa pura-pura, tapi diikuti dengan rasa ikhlas dalam setiap tindakannya demi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan siswa sebagai si terdidik.
Sedangkan yang dimaksud dengan hangat adalah keadaan pergaulan guru kepada siswa dalam proses belajar mengajar yang menunjukkan suasana keakraban dan keterbukaan dalam batas peran dan kedudukannya masing-masing sebagai anggota masyarakat sekolah.
d) Pengenalan terhadap tingkah laku siswa
Langkah selanjutnya, seorang guru hendaknya mengenal tingkah laku siswa. Pengenalan akan tingkah laku ini dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas. Tingkah laku siswa yang harus dikenal adalah tingkah laku baik yang mendukung maupun yang dapat mencemarkan suasana yang diperlukan untuk terjadinya proses pendidikan. Tingkah laku tersebut dapat bersifat perseorangan ataupun kelompok.
e) Penemuan alternatif pengelolaan kelas
Setelah seorang guru dapat menyelidiki berbagai tingkah laku siswa, baik yang mendukung maupun yang mencemarkan suasana pendidikan, maka selanjutnya berusaha menetapkan alternatif pengelolaan kelas yang akan dilakukan.
Upaya pengelolaan itu diarahkan untuk mempertahankan dan menghidupkan tingkah laku siswa yang mendukung suasana pendidikan, tentunya akan berbeda dengan upaya pengelolaan kelas yang diarahkan untuk mencegah timbulnya tingkah laku yang akan mencemarkan suasana pendidikan itu.
f) Pembuatan kontrak sosial
Langkah terakhir dalam upaya pengelolaan kelas secara preventif adalah pengaturan tingkah laku dengan menggunakan norma atau nilai. Norma atau nilai itu diharapkan akan menjadi landasan tindakan yang akan berfungsi untuk mempertahankan kehadiran tingkah laku siswa yang mendukung maupun untuk mencegah tingkah laku sosial, pada hakikatnya adalah norma yang dituangkan dalam bentuk peraturan atau tata tertib kelas baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berfungsi sebagai standar tingkah laku bagi siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Kontrak sosial yang baik adalah yang benar-benar dihayati atau dipatuhi sehingga meminimalkan terjadinya pelanggaran. Untuk mencapai hal tersebut, kebiasaan membuat peraturan atau tata tertib dari atas nampaknya tidak menguntungkan. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan tentang proses terjadinya kontrak sosial. Kontrak sosial yang mempunyai nilai peringkat pada umumnya yang dibuat dan dilahirkan oleh individu-individu anggota masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain kontrak sosial yang dipergunakan dalam upaya pengelolaan kelas hendaknya disusun oleh siwa sendiri dengan pengarahan dan bimbingan pendidik (Nurhadi, 1983: 165-169).
2. Prosedur pengelolaan kelas yang bersifat kuratif
Adapun prosedur pengelolaan kelas secara kuratif akan meliputi langkah-langkah identifikasi masalah, analisa masalah, penetapan alternative pemecahan masalah, monitoring dan memanfaatkan umpan balik (Nurhadi, 1983: 168).
a) Identifikasi masalah
Pertama-tama seorang guru melakukan identifikasi masalah dengan jalan berusaha memahami dan menyelidiki penyimpangan tingkah laku siswa yang dapat mengganggu proses kelancaran pendidikan di kelas. Upaya penyelidikan terhadap tingkah laku dapat dalam arti apakah termasuk tingkah laku yang berdampak motif secara luas atau tidak, ataukah penyimpangan tingkah laku itu bersifat sesaat saja atau sering dilakukan, ataukah sekedar kebiasaan siswa.
b) Analisa masalah
Dengan hasil penyelidikan yang mendalam, seorang guru dapat melanjutkan pada langkah ini yaitu suatu kegiatan yang berusaha mengetahui latar balakang serta sebab-sebab timbulnya tingkah laku yang menyimpang tersebut. Dengan cara yang demikian akan dapat ditemukan sumber masalah yang sebenarnya, upaya untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan baik.
Jadi, dengan guru mengetahui tingkah laku anak didik yang menyimpang itu, maka guru dapat menganalisanya dan berusaha menemukan pemecahannya dengan menggunakan berbagai pendekatan pemecahan masalah. Misalnya, memberikan perhatian yang lebih, memberikan pengarahan atau nasehat dan lain sebagainya.
c) Penetapan alternatif pemecahan
Setelah mengetahui sumber masalahnya, seorang guru dapat mencoba mengkaji berbagai alternatif pemecahan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Untuk dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan itu, maka ia hendaknya mengetahui berbagai pendekatan yang dapat dipergunakan dalam pengelolaan kelas dan juga memahami cara-cara untuk mengatasi setiap masalah sesuai dengan pendekatan masing-masing.
Dengan membandingkan berbagai alternatif pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan, seorang guru dapat memilih alternatif yang terbaik untuk mengatasi masalah itu pada suatu situasi yang dihadapinya. Dengan terpilihnya salah satu pendekatan, maka cara-cara mengatasi masalah tersebut juga akan dapat ditetapkan. Dengan demikian pelaksanaan pengelolaan kelas yang berfungsi untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan.
d) Monitoring
Setelah kegiatan mengatasi masalah pengelolaan kelas itu dilaksanakan, tidak dibiarkan saja, tetapi perlu dimonitor akibat-akibat yang terjadi karena perlakuan dalam mengatasi masalah tersebut. Hal ini diperlukan karena akibat perlakuan guru itu dapat saja mengenai sasaran, yaitu meniadakan tingkah laku siswa yang menyimpang itu, tetapi dapat pula tidak berakibat apa-apa atau bahkan mungkin menimbulkan tingkah laku menyimpang, berikutnya yang justru lebih jauh menyimpangnya. Langkah monitoring pada hakekatnya ditujukan untuk mengkaji akibat- akibat yang terjadi tersebut.
e) Memanfaatkan umpan balik
Hasil dari kegiatan monitoring itu sebenarnya merupakan umpan balik terbaik guru yang sangat berharga, karena dengan ini ia dapat mengkaji kembali apakah alternatif tindakan yang telah dilakukan itu tepat atau tidak, atau masih perlu disempurnakan. Hasil monitoring itu hendaknya dimanfaatkan secara konstruktif, yaitu dengan cara mempergunakannya untuk:
1. Memperbaiki pengambilan alternatif yang pernah ditetapkan bila kelak menghadapi masalah yang sama pada situasi yang sama
2. Dasar dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas berikutnya sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengelolaan kelas yang sudah dilakukan sebelumnya (Nurhadi, 1983: 169-171).
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang
No comments:
Post a Comment